KanwilSulut 20 April 2022 Dilihat: 157. MANADO (20/04) - Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sulawesi Utara melalui bidang hukum melakukan Penyuluhan Hukum dalam Rangka Pembinaan Desa/Kelurahan Sadar Hukum Tahun Anggaran 2022. Tim dari Kantor Wilayah Kemenkumham Sulut, yang dipimpin oleh Kepala Subbidang Penyuluhan Hukum, Bantuan Hukum dan JDIH
Jangan membeli ASI dari orang lain, terlebih dari orang yang tidak Anda kenal atau secara online. ASI tersebut mungkin telah mengalami perubahan kandungan atau terkontaminasi penyebab infeksi. Sebuah studi yang dilakukan pada beberapa sampel ASI yang dibeli secara online menunjukan bahwa 93% sampel ASI mengandung bakteri. Salah satu bakteri tersebut, yaitu bakeri gram-negatif, bisa menyebabkan gangguan pernapasan seperti, pneumonia dan masalah pencernaan seperti, diare. ASI dapat terkontaminasi bakteri akibat tidak dijaga kebersihannya saat memerah ASI, membersihkan alat pompa ASI, menyimpan ASI, dan mengirim ASI. Adapun jika Anda mau membeli ASI dari orang lain karena alasan tertentu, misalnya Anda atau pasangan tidak bisa menghasilkan ASI, disarankan untuk membelinya dari orang atau tempat yang terpercaya. Sebagai contoh, Anda bisa cari badan atau organisasi yang menyimpan ASI dari pendonor ASI secara resmi dan aman. Melalui badan atau organisasi tersebut, ASI umumnya akan disaring dan dipasteurisasi terlebih dahulu agar terbebas dari zat-zat berbahaya.
Tontonsampai habis ya biar ga gagal paham baru komen Suatu ketika Sahlah binti Suhayl mendatangi Nabi SAW seraya berkata, “Wahai Rasul, saya merasakan aura kebencian yang timbul dari Abi Hudzayfah ketika Salim mantan anak angkatnya lalu lalang menemuiku”. Lantas Nabi menjawab, “susuilah dia.!”. Kemudian Sahlah pun bertanya, “bagaimana mungkin aku akan menyusuinya, padahal dia adalah seorang laki-laki dewasa.?”. Nabi tersenyum sembari menjawab, “aku juga tahu bahwa dia adalah laki-laki dewasa dalam arti kata lakukan saja apa yang aku katakan.!”. Maka Sahlah menyusuinya Salim. HR. Ibnu Majah. Hadis di atas setidaknya harus ditinjau dari dua aspek. Aspek pertama berkenaan dengan keotentikannya sebagai sebuah hadis yang bersumber dari Rasulullah SAW dan yang kedua relevansinya sebagai sebuah hukum Islam sebut fikih. Ditinjau dari aspek sanadnya, hadis diatas merupakan hadis sahih yang diriwayatkan oleh hampir sebagian besar ulama hadis kawakan seperti Imam Muslim, Abū Dawūd, Nasā’i, Ibnu Mājah, dan Imam Ahmād yang kesemuanya berasal dari A’isyah Imam al-Dāraquthni dalam kitabnya al-I’lāl li al-Dāraquthni juga menegaskan ke-muttashil-an sanad hadis tersebut. Bahkan Syekh Nāsiruddin al-Albāni yang dianggap sebagai ulama hadis masa kini yang cendrung Wahabi, dalam tahqiqan-nya terhadap hadis tersebut berkesimpulan bahwaha disitu adalah sahih. Baca Juga Bolehkah Perempuan jadi Imam Salat? Lalu bagaimana dengan matan atau fiqh hadis dari hadis tersebut?. Dilirik dari redaksinya, hadis tersebut mengundang spekulasi yang menimbulkan kontroversi dikalangan ulama. Salim, sebagaimana diungkap dalam teks hadis tersebut merupakan seorang laki-laki yang berjenggot dewasa. Jadi secara logika, dia tidak akan mungkin dan tidak pantas lagi disusui oleh seorang perempuan dewasa yang tidak mempunyai hubungan kekeraban dengannya layaknya seorang ibu dengan anaknya. Anehnya lagi Nabi Muhammad SAW yang pada saat itu dianggap sebagai pemegang otoritas tertinggi, malahan memerintahkan Sahlah untuk menyusui Salim mantan anak angkat suaminya, Abu Hudzaifah. Logika inilah yang melatar belakangi sikap Ibnu Abd al-Bār dan al-Dārimi dalam Sunan-nya tidak berkomentar apa-apa tawaqquf terhadap hadis tersebut. Lain lagi dengan sikap sebagian pemikir kontemporer seperti Dr. Izzat Athiyah yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Dia menfatwakan bolehnya seorang pegawai perempuan yang berkerja berduaan dengan seorang laki-laki dalam satu ruangan tertutup dan pintunya tidak bisa dibuka kecuali melalui salah satu dari keduanya, untuk menyusui teman laki-lakinya itu. Hal ini bertujuan agar keduanya diperbolehkan berduaan di ruangan tersebut dan si-perempuan boleh membuka jilbab dan menampakkan rambutnya di depan laki-laki yang disusuinya tersebut lantaran sudah dianggap sebagai mahramnya. Takpelak, fatwa tersebut menimbulkan keresahan masyarakat Mesir, sehingga pihak al-Azhar pun memecat Dr. I’zzat karena fatwanya tersebut. Lantas bagaimanakah interpretasi yang benar tentang hadis tersebut?. Imam Nawāwi dalam komentarnya terhadap kitab Shahih Muslim menjelaskan perselisihan ulama terkait hadis tersebut. A’isyah dan Dawūd al-Zhāhiri menetapkan bahwa menyusui orang dewasa itu tetap memunculkan status mahram sebagai mana menyusui anak kecil yang berumur dibawah dua tahun. Sementara itu JumhurUlama dari kalangan sahabat, tabi’in, dan ulama-ulama terkemu kahingga sekarang mengatakan bahwa menyusui yang berimplikasi terhadap mahram atau tidak hanyalah menyusui anak-anak yang berumur dua tahun kebawah. Adapun anak-anak yang berumur lebih dari itu atau bahkan sudah dewasa, maka hal itu tidak akan menyebabkan timbulnya hubungan mahram antara yang menyusui dengan yang disusui. Baca Juga Undian dan Judi serta Hukum Keduanya Abdullah Ibnu Jibrin dalam Syarah Umdah al-Ahkām-nya dan Ibnu Batthāl dalam komentarnya terhadap Shahih Bukhari mengungkapkan, diantara hujah yang dipakai oleh mereka yang menganggap bahwa menyusui laki-laki dewasa itu akan menyebabkan kemahraman adalah hadis Sahlah diatas. Mereka menganggap bahwa perintah Rasul terhadap Sahlah untuk menyusui Salim yang tak lain merupakan mantan anak angkat suaminya sendiri adalah untuk menghilangkan ketidaksenangan Abu Hudzaifah terhadap Salim yang selalu menemui istrinya, padahal status Salim pada saat itu bukan lagi anak angkatnya pasca turunnya larangan Allah terhadap praktek pengadobsian anak al-Ahzāb 5. Selain itu, golongan ini juga berhujah dengan hadis Muslim yang juga berasal dari A’isyah أرضعيه تحرمي عليه yang berarti “susuilah dia, niscaya dia akan menjadi mahrammu.!’. Pendapat inilah yang dipakai oleh I’zzah A’thiyyah dalam fatwanya yang membolehkan dan menjadi mahramnya menyusui laki-laki dewasa. Sementara itu mayoritas ulama memandang bahwa pengukuhan hadis A’isyah tersebut sebagai legalisasi boleh dan menjadi mahramnya menyusui laki-laki dewasa tidaklah tepat. Karena hadis tersebut hanyak husus diberlakukan untuk Salim saja, dengan tujuan untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga Sahlah yang agak bermasalah pada waktu itu. Alasan pengkhususannya adalah 1. Adanya pembatasan umur menyusui yang bisa menyebabkan kemahraman antara yang menyusuidan yang disusui, yaitu dua tahun. Hal itu sebagai mana diisyaratkan oleh surah al-Baqarahayat 233 dan Luqmān ayat 14. 2. Menyusui yang bisa menyebabkan terjadinya mahram itua dalah menyusui yang bisa menumbuhkan daging dan menguatkan tulang. Hal itu pasti didapatkan ketika yang disusui itu masih kecil berumur dua tahun kebawah dan pada saat majā’ah lapar. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi riwayat al-Tirmidzi yang berasal dari Ummu Salamah لا يحرم من الرضاعة إلا ما فتق الأمعاء في الثدي وكان قبل الفطام yang berarti“Persusuan tidak bisa menjadikan mahram, kecuali susuan yang mengenyangkan dan terjadi sebelum disapih”. Dan hadis riwayat Muslim yang berasal dari A’isyah فإنما الرضاعة من المجاعة yang berarti“ seper susuan itu hanya diperoleh lantaran lapar”. Dan hadis riwayat Abū Dawūd yang berasal dari Ibnu Mas’ūd لاَ رِضَاعَ إِلاَّ مَا شَدَّ الْعَظْمَ وَأَنْبَتَ اللَّحْمَ yang berarti “tidak dianggap sesusuan melainkan susuan yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. 3. Selain itu terdapat pengkhususan secara sharih dari hadis riwayat Muslim yang berasal dari Ummu Salamah terhadap hadis Sahlah diatas. Hadis tersebut adalah أَبَى سَائِرُ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم أنْ يُدْخِلْنَ عَلَيْهِنَّ أَحَدًا بِتِلْكَ الرَّضَاعَةِ وَقُلْنَ لِعَائِشَةَ وَاللَّهِ مَا نَرَى هَذَا إِلاَّ رُخْصَةً أَرْخَصَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِسَالِمٍ خَاصَّةً فَمَا هُوَ بِدَاخِلٍ عَلَيْنَا أَحَدٌ بِهَذِهِ الرَّضَاعَةِ وَلاَ رَائِينَا. 4. Yang artinya “Para istri Nabi SAW enggan member kebebasan masuk rumah mereka bagi anak-anak yang telah dijadikan mahram Karena susuan. Dan kami berkata kepada Aisyah, “Demi Allah kami tidak melihat hal ini, kecuali hanya sekedar keringanan yang diberikan oleh Rasulullah SAW khusus untuk Salim, oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang mahram karena susuan yang boleh masuk kerumah kami dan melihat kami”. Baca Juga Perempuan Haid Tidak Boleh Berdiam Diri di Masjid Sementara itu Syams al-Haq al-Azhīm Abadi Abū al-Thayyib, pensyarah kitab Sunan Abū Dawūd, A’un al-Ma’būd menukil pendapat sebagian ulama yang berpandangan bahwa hadis Sahlah diatas telah dinasekh hukumnya oleh hadis dan ayat yang meneguhkan bahwa menyusui yang bisa menyebabkan terjadinya mahram adalah ketika yang disusui itu berumur di bawah dua tahun. Tapi mereka tidak menjelaskansecara detail historitas waktu kemunculan ayat-ayat ataupun hadis tersebut. Syams al-Haq juga menukil pendapat dari Ibnu Taymiyah dan al-Syaukāni yang mencoba untuk menengahi kedua pendapat yang cendrung kondradiktif diatas. Syaukāni memandang bahwa menyusui laki-laki dewasa tersebut hanya membolehkan khalwat antara keduanya, namun tidak sampai menimbulkan kemahraman di antara keduanya. Tentu saja pendapat ini sangat aneh, karena bagaimana mungkin mereka diperbolehkan berkhalwat, padahal statusnya bukanlah mahram dari yang lain. Baca Juga Hukum Seputar Rambut Terakhir penulis ingin menyampaikan bahwa perbedaan paradigm dalam memahami sebuah hadis merupakan suatu hal yang lumrah terjadi. Namun ketepatan istidlal dan dalil-dalil yang digunakan merupakan sudut pandang yang mesti diutamakan. Oleh sebab itu penulis berkesimpulan bahwa pendapat jumhur ulama adalah pendapat yang lebih mendeka tikebenaran. Hal itu bisa dilihat dari argumentasi-argumentasi mereka serta adanya unsur al-mashlahah al-a’mmah kebaikan universal yang melatar belakangi pendapat tersebut. WallahuA’lam. [] Adapunperempuan yang menyusui laki-laki dewasa yang bukan mahramnya apakah keduanya akan menjadi mahram dengan susuan tersebut? Para ulama dalam masalah ini berbeda pendapat: Pendapat Pertama: Bahwa menyusui waktu besar tidak bisa menjadikan mahram. Ini adalah pendapat istri-istri Rasullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan mayoritas ulama dari
Hukumlah istrimu dan gaulilah budak perempuanmu, sebab persusuan itu untuk yang masih kecil" (HR Malik).
AdabMenggelar Resepsi Pernikahan dalam Islam. Ajaran Islam telah menetapkan adab dalam menyelenggarakan walimah agar tidak terjerembab ke dalam perkara yang dilarang. Mengutip Syekh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Mausuu'atul Aadaab al-Islaamiyyah via Republika, berikut adab resepsi pernikahan menurut syariat islam;

TentangAplikasi Pelaporan Orang Asing. 'Keimigrasian' dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian didefinisikan sebagai 'hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara'. Dalam hal lalu lintas Orang Asing serta keberadaan dan kegiatannya di wilayah

Selesaidari "Zaadul Maad" (5/593). Keempat: adapun yang difatwakan kebanyakan ulama kontemporer, bahwa menyusui orang dewasa tidak memahramkan, ini yang difatwakan Sheikh Bin Baaz rahimahullah, dan Lajnah Daimah, dan menganggap bahwa hadits Salim khusus untuknya.Lihat: Majmu' Fatawa Sheikh Bin Baaz" (22/264), Fatawa Lajnah (21/41,102). .
  • y3jvorkxt1.pages.dev/59
  • y3jvorkxt1.pages.dev/275
  • y3jvorkxt1.pages.dev/272
  • y3jvorkxt1.pages.dev/327
  • y3jvorkxt1.pages.dev/326
  • y3jvorkxt1.pages.dev/141
  • y3jvorkxt1.pages.dev/147
  • y3jvorkxt1.pages.dev/331
  • y3jvorkxt1.pages.dev/298
  • hukum menyusui orang dewasa